Minggu, 23 September 2012

Srikandi Dari Jepara

SRIKANDI DARI JEPARA
rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame


Dewi Srikandi merupakan sosok yang sudah tidak asing lagi bagi kita, dia menjadi suri tauladan sebagai seorang prajurit wanita pilih tanding. Dalam kisah pewayangan Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Bharatayuddha. Srikandi seorang iron woman, lambang keperkasaan wanita.

Apa kita tahu? Srikandi tidak hanya ada di epos pewayangan, pernah hidup seorang Srikandi di negeri ini. Seorang prajurit wanita pilih tanding dari Jepara bernama Ratu Kalinyamat. Sebenarnya Ratu Kalinyamat memiliki nama asli Retna Kencana, dia dipanggil Ratu Kalinyamat setelah pernikahannya dengan Pangeran Kalinyamat. Ratu Kalinyamat adalah puteri Sultan Trenggana, Raja Demak  tahun 1521-1546. Dia menjadi bupati di Jepara yang kemudian terkenal di kalangan Portugis sebagai sosok wanita pemberani.

Latar Belakang
Pangeran Kalinyamat, suami Ratu Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut dan terdampar di pantai Jepara, kemudian dia berguru pada Sunan Kudus.

Menurut Wikipedia 2012, ada versi lain tentang Pangeran Kalinyamat ini. Dia bernama asli Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh tahun 1514-1528. Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.

Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana, putri Raja Demak, Sultan Trenggana. Di kemudian hari, Retna Kencana itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak menikahi Retna Kencana, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara

Tragedi Pangeran Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana pada tahun 1546. Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi menurut Sunan Kudus wajar apabila searang dia sekarang mendapat balasan setimpal.

Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Dia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas.

Pembalasan Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Dia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang, pembunuh suaminya.

Ratu Kalinyamat berharap adik iparnya, yaitu Hadiwijaya, bupati Pajang untuk membalaskan dendamnya. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera membunuh Arya Penangsang. Dia sebagai pewaris takhta Sultan Trenggana, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya berhasil menumpas Arya Penangsang.

Hadiwijaya sebenarnya segan apabila harus menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena mereka masih sama-sama anggota keluarga Kerajaan Demak. Akhirnya untuk memenuhi harapan Ratu kalinyamat, Hadiwijaya kemudian mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu kemudian dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang berhasil tewas dalam sebuah pertempuran di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, dibantu ahli siasatnya bernama Ki Juru Martani.

Kebangkitan Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun begitu, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormatinya.

Pertempuran Pertama Melawan Portugis
Ratu Kalinyamat sebagaimana Pati Unus, bupati Jepara sebelumnya memiliki sikap anti terhadap Portugis yang saat ini tengah menduduki Malaka. Kemudian pada tahun 1550, Ratu Kalinyamat mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.

Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.

Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Pertempuran Melawan Portugis Terus Berlanjut
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.

Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.

Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.

Meskipun dua kali mengalami kekalahan besar, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani”.

Sumber Artikel
www.apakitatahu.wordpress.com

Sumber Gambar
http://www.google.co.id/imgres?q=ratu+jawa&num=10&hl=id&biw=1143&bih=492&tbm=isch&tbnid=I7K0msYf7Fu8bM:&imgrefurl=http://www.facebook.com/notes/indonesia-my-lovely-country/lovely-indonesia-mystery-misteri-ratu-laut-selatan/165391230159300&docid=-MtVDKoJSKpOZM&imgurl=http://sphotos-a.xx.fbcdn.net/hphotos-prn1/150382_456069632308_4458384_n.jpg&w=400&h=391&ei=dglgUMvlN4uPrgemjIGIDA&zoom=1&iact=hc&vpx=873&vpy=139&dur=1151&hovh=222&hovw=227&tx=99&ty=107&sig=107939054032847243407&page=1&tbnh=141&tbnw=168&start=0&ndsp=12&ved=1t:429,r:5,s:0,i:82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar